Friday 30 June 2017

Psikologi Sekolah

Kedudukan Psikologi Sekolah dalam Ilmu Psikologi
Psikologi Sekolah merupakan salah satu dari Psikologi Pendidikan. Psikologi sekolah berusaha menciptakan situasi yang mendukung bagi anak didik dalam mengembangkan kemampuan akademik, sosialisasi, dan emosi. Yang bertujuan untuk membentuk mindset anak.

Perbedaan Psikologi Sekolah dengan Psikologi Pendidikan
Psikologi pendidikan adalah cabang dari bidang psikologi dimana ada dasar-dasar belajar , berpikir dan aspek-aspek lain yang diterapkan untuk meningkatkan pendidikan. Psikolog Sekolah merupakan profesi dengan area kerja yang lebih sempit jika dibandingkan dengan Psikolog Pendidikan.

Psikolog Pendidikan dan Psikolog Sekolah dikatakan tidak memiliki banyak perbedaan fungsi dan persiapan pendidikan. Peran Psikolog Sekolah lebih ditekankan sebagai ahli psikologi sekolah (school psychologist), ahli psikologi masyarakat (community psychologist), dan sebagai guru bidang studi Psikologi Pendidikan.

Terdapat penekanan fungsi peran psikolog sekolah pada tercapainya tujuan pendidikan di sekolah itu sendiri. melakukan diagnostik dalam arti luas, pelaksanaan tes; melakukan wawancara dengan siswa,guru, orangtua dan orang lain yang terlibat dan mempengaruhi pendidikan siswa; observasi dilingkungan sekolah; serta mempelajari data kumulatif prestasi belajar siswa.

Dan bila Psikolog Sekolah adalah ahli yang menerapkan profesi psikologi di sekolah, maka Psikolog Pendidikan kebanyakan bekerja di fakultas dalam lingkungan universitas atau dilembaga penelitian seperti balitbang dan lembaga pendidikan dan latihan (Diklat). Dan lebih berfokus kepada riset pendidikan dan pengembangan metode belajar yang meningkatkan kualitas pendidikan itu sendiri.
  
Fungsi Sekolah Sebagai Agen Perubahan
Sekolah adalah tempat transfer ilmu pengetahuan dan budaya (peradaban). Melalui praktik pendidikan, peserta didik diajak untuk memahami bagaimana sejarah atau pengalaman budaya dapat ditransformasi dalam zaman kehidupan yang akan mereka alami serta mempersiapkan mereka dalam menghadapi tantangan dan tuntutan yang ada di dalamnya.

Melalui kegiatan pendidikan, gambaran tentang masyarakat yang ideal itu dituangkan dalam alam pikiran peserta didik sehingga terjadi proses pembentukan dan perpindahan budaya. Pemikiran ini mengandung makna bahwa lembaga pendidikan ( sekolah ) sebagai tempat pembelajaran manusia memiliki fungsi sosial (agen perubahan di masyarakat).
Sebagai agen perubahan lembaga pendidikan ( sekolah ) berfungsi sebagai alat:
1.            Pengembangan pribadi
2.            Pengembangan warga
3.            Pengembangan Budaya
4.            Pengembangan bangsa

Metode Dalam Sistem Pengajaran
Metode yang dapat digunakan untuk sistem pengajaran sekolah
1.      Metode ceramah      
          Metode ceramah yaitu sebuah metode mengajar dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa yang pada umumnya mengikuti secara pasif. Muhibbin Syah, (2000). Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli dan paham siswa. Metode ini berbentuk penjelasan konsep, prinsip dan fakta pada akhir perkuliahan ditutup dengan Tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.
2.      Diskusi
          Muhibbin Syah (2000), mendefinisikan bahwa metode diskusi adalah metode mengajar yang sangat erat hubungannya dengan memecahkan masalah (problem solving). Metode ini lazim juga disebut sebagai diskusi kelompok (group discussion) dan resitasi bersama (socialized recitation). Metode diskusi dapat pula diartikan sebagai siasat “penyampaian” bahan ajar yang melibatkan peserta didik untuk membicarakan dan menemukan alternatif pemecahan suatu topik bahasan yang bersifat problematis. Guru, peserta didik atau kelompok peserta didik memiliki perhatian yang sama terhadap topik yang dibicarakan dalam diskusi.
3.      Penugasan
          Metode resitasi adalah metode penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukankegiatan belajar. Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak , sementara waktu sedikit. Metode pemberian tugas adalah cara dalam proses belajar mengajar dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Tugas-tugas itu dapat berupa mengikhtisarkan karangan, (dari surat kabar, majalah atau buku bacaan) membuat kliping, mengumpulkan gambar, perangko, dan dapat pula menyusun karangan.
4.      Tanya Jawab
          Metode tanya jawab adalah suatu metode dimana guru menggunakan atau memberi pertanyaan kepada murid dan murid menjawab, atau sebaliknya murid bertanya pada guru dan guru menjawab pertanyaan murid itu (Soetomo, 1993 : 150)
Metode tanya jawab merupakan cara penyajian pelajaran dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab terutama dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada guru (Syaiful Bahri Djamarah 2000: 107). Metode ini dipandang lebih baik dari pada metode pembelajaran konvensional yaitu metode ceramah. Alasannya karena metode ini dapat merangsang siswa untuk berfikir dan berkreativitas dalam proses pembelajaran. Metode Tanya jawab juga dapat digunakan untuk mengukur atau mengetahui seberapa jauh materi atau bahan pengajaran yang telah dikuasai oleh siswa.

Permasalahan Yang Terjadi di Sekolah Serta Solusi Pemecahannya

·         Keterlambatan siswa
 Solusinya, siswa diberi nasehat dan peringatan dan diajarkan bagaimana memanajemen waktu agar tidak terlambat lagi, atau bahkan diberi hukuman sewajarnya.
·         Perkelahian antarsiswa
 Solusinya, siswa diajak untuk melakukan mediasi dengan guru untuk mendapat jalan keluar dari permasalahannya.
·         Kurangnya minat siswa pada mata pelajaran yang diajarkan.
 Solusinya, guru mencari metode pengajaran yang baru agar siswa tertarik / tidak bosan.



Mengelola Kelas

Mengapa Kelas Perlu Dikelola Secara Efektif
            Manajemen kelas yang baik akan memaksimalkan kesempatan pembelajaran murid (Charles, 2002; Everstson, Emmer, & Worsham, 2003). Para pakar dalam bidang manajemen kelas melaporkan bahwa ada perubahan dalam pemikiran tentang cara terbaik dalam mengelola kelas. Pandangan lama menekankan pada penciptaan dan pengaplikasian aturan untuk mengontrol tindak tanduk murid. Pandangan baru memfokuskan pada kebutuhan murid untuk mengembangkan hubungan dan kesempatan untuk menata diri (kennedy, dkk., 2001). Manajemn kelas yang mengorientasikan murid pada sikap pasif dan patuh pada aturan ketat dapat melemahkan keterlibatan murid dalam pembelajaran aktif, pemikiran, dan konstruksi pengetahuan social.tren baru dalam manajemn kelas lebih menekankan pada pembimbingan  murid untuk lebih mau berdisiplin diri dan tidak terlalu menekankan pada control eksternal pada diri murid (Freiberg, 1999). Secara hitoris dalam manajemen kelas guru dianggap sebagai pegatur. Dalam tren yang lebih menekankan pada pelajar, guru lebih dianggap sebagai pemandu, coordinator dan fasilitator. Model pembelajaran yang baru bukan mengarah pada model yang permisif. Penekanan pada perhatian dan regulasi diri murid bukan berarti guru tidak bertanggung jawab atas apa yang terjadi di kelas (emmer & Stough, 2001).
            Saat anda mengkaji berbagai aspek manajeman kelas, camkanlah arti penting dari musyawarah dan kerja sama dengan anggota staf yang lain dalam isu manajeman kelas (Evetson & Harris, 1999). Juga sadari bahwa kelas anda adalah bagian dari konteks kultur sekolah yang lebih luas, dan bahwa dalam area seperti itu kebijakan disiplin dan manajemen konflik anda harus mencerminkan dan konsisten dengan kebijakan sekolah dan guru yang lain.

Isu Manajemen di Kelas Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
            Kelas SD dan SMP/SMA mengandung banyak isu manajemen yang mirip pada semua level pendidikan, manajer kelas yang baik mendesain lingkungan yang positif untuk pembelajaran, membangun dan menegakkan aturan, mengajak murid bekerja sama, mengatasi problem secara efektif, dan menggunakan strategi komunikasi yang baik.
            Akan tetapi, prinsip manajeman kelas yang baik terkadang diaplikasikan secara berbeda disekolah dasar dan menengah karena perbedaan strukturnya. Di banyak SD, guru harus menghadapi 20 sampai 25 murid selama seharian. Di SMP dan SMA, guru menghadapi lima tau enam kelompok terdiri dari 20 sampai 25 murid selama 50 menit satu hari. Dibandingkan dengan sekolah menengah, murid SD menghabiskan lebih banyak waktu dengan murid yang sama dikelas kecil, dan berinteraksi dengan orang yang selama seharian sehingga bisa menimbulkan kebosanan dan problem lain. Akan tetapi, dengan 100 sampai 150 murid, guru disekolah menengah atas menghabiskan lebih sedikit waktu dengan murid di kelas, akan lebih sulit bagi mereka untuk membangun hubungan personal dengan murid. Dan guru sekolah menengah harus bergerak cepat dan mengelola waktu dengan efektif karena periode kelasnya pendek.
            Dibandingkan di SD, problem sekolah menengah dapat lebih lama dan dalam karenanyalebih sulit untuk dimodifikasi. Juga, problem disiplin di sekolah menengah biasanya lebih berat, murid lebih mungkin membangkang pada aturan dan bahkan bertindak bebahaya. Karena kebanyakan murid sekolah menengah punya keterampilan penalaran yang lebih maju dibandingkan murid SD. Mereka munkin menginginkan penjelasan yang lebih logis dan masuk akal tentangauran dan disiplin yang diberlakukan. Dan juga disekolah menengah, sosialisasi perbedaan –perbedaan antara sekolah dasar dan menengah ini saat kita membahas cara mengelola kelas secara efektif. Seperti yang akan kita lihat nanti, baik di level sekolah dasar maupun menengah, kelas bisa jadi dapat, kompleks, dan kacau.

Kelas Padat, Kompleks, dan Berpotensi Kacau
            Dalam menganalisa lingkungan kelas, Walter Doyle (1986) mendeskripsikan enam karakteristik yang merefleksikan kompleksitas dan potensi problemnya :
-          Kelas adalah muitidimendional
-          Aktivitas terjadi secara simultan
-          Hal-hal terjadi ecara cepat
-          Kejadian sering kali tidak dapat diprediksi
-          Hanya ada sedikit privasi
-          Kelas punya sejarah

Memulai dengan Benar
            Salah satu kunci untuk mengelola kompleksitas adalah mengelola hari-hari pertama dan minggu-minggu awal masa sekolah secara cermat dan hati-hati. Anda harus menggunakan masa- masa ini untuk menyampaikan aturan dan prosedur yang anda gunakan kepada kelas dan mengajak murid bekerja sama untuk mematuhinyam dan mengajak murid terlibat aktif dalam semua aktivitas pembelajaran.


Referensi:
Santrock, W. John.(2004). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Prenadamedia Group


Tes Standar dan Evaluasi

Apa Itu Tes Standar?
Tes standar atau tes yang dibakukan mengandung prosedur yang seragam untuk menentukan nilai dan administrasinya. Tes standar bisa membandingkan kemampuan murid dengan murid lain pada usia atau level yang sama, dan dalam banyak kasus perbandingan ini dilakukan di tingkat nasional.

Tujuan Tes Standar
Tes standar biasanya bertujuan untuk:
1. Memberikan informasi tentang kemajuan murid.
2. Mendiagnosis kekuatan dan kelemahan murid,
3. Memberikan bukti untuk penempatan murid dalam program khusus.
4. Memberi informasi untuk merencanakan dan meningkatakan pengajaran atau instruksi.
5. Membantu administrator mengevaluasi program.
6. Memberikan akuntabilitas.

Kriteria untuk Mengevaluasi Tes Standar      
Kriteria paling penting untuk mengevaluasi tes standar:
1. Norma
Untuk memahami kinerja murid individual dalam suatu tes, kinerjanya itu perlu dibandingkan dengan kinerja dari kelompok norma, yakni kelompok dari individu yang sama yang sebelumnya telah diberi ujian oleh penguji. Tes ini dikatakan didasarkan pada norma nasional apabila kelompok norma itu terdiri dari representasi murid secara nasional. Selain norma nasional, tes standar juga dapat mengandung norma kelompok spesial dan norma lokal. Norma kelompok spesial terdiri dari nilai tes untuk sub-kelompok dari sampel nasional. Norma lokal membandingkan kinerja murid dengan murid lain dari kelas yang sama, sekolah yang sama, atau distrik yang sama. Jadi, evaluasi kinerja tes murid akan berbeda-beda tergantung kepada norma kelompok yang dipakai.
2. Validitas
Validitas biasanya didefinisikan sebagai sejauh mana sebuah tes bisa mengukur apa-apa yang hendak diukur dan apakah inferensi tentang nilai tes itu akurat atau tidak. Tes standar yang valid harus mengandung validitas isi yang baik, yakni kemampuan tes untuk mencakup sampel isi yang hendak diukur. Bentuk lain dari validitas adalah validitas kriteria, yakni kemampuan tes untuk memprediksi kinerja murid saat diukur dengan penilaian atau kinerja lain. Validitas kriteria dapat bersifat concurrent dan predictive. concurrent validity adalah relasi antara nilai tes dengan kinerja masa depan murid. Predictive validity adalah relasi antara nilai tes dengan kinerja masa depan murid. Tipe ketiga dari validitas adalah construct validity adalah sejauh mana ada bukti bahwa sebuah tes mengukur konstruk tertentu. Sebuah konstruk adalah cirri atau karakteristik yang tidak bisa dilihat dari seseorang, seperti intelegensi, gaya belajar, personalitas, atau kecemasan.
3. Realibilitas
Reliabilitas berarti sejauh mana sebuah prosedur tes bisa menghasilkan nilai yang konsisten dan dapat direproduksi. Reabilitas dapat diukur dengan berbagai cara, antara lain test-retest reliability ialah sejauh mana sebuah tes menghasilkan kinerja yang sama ketika seorang siswa diberi tes yang sama dalam dua kesempatan yang berbeda, alternate-forms reliability ialah ditentukannya reliabilitas dengan memberikan bentuk yang berbeda dari tes yang sama pada dua kesempatan yang berbeda untuk kelompok murid yang sama dan mengamati seberapa konsistenkah skornya, dan split-half reliability ialah reliabilitas yang dinilai dengan membagi item tes menjadi dua bagian, seperti item bernomor genap dan ganjil.
4. Keadilan
Tes yang adil adalah tes yang tidak bias dan tidak diskriminatif. Contoh umum dari tes yang tidak adil adalah tes yang menempatkan sekelompok murid tertentu pada posisi yang dirugikan. Untuk murid dengan ketidakmampuan, keadilan sering kali  membutuhkan adaptasi dalam pelaksanaan tes.
TES KECAKAPAN DAN PRESTASI
Membandingkan Tes Kecakapan dan Prestasi
Tes kecakapan adalah tipe tes yang didesain guna memprediksi kemampuan murid untuk mempelajari suatu keahlian atau menguasai sesuatu dengan pendidikan dan training tingkat lanjut. Sedangkan tes prestasi adalah tes yang dimaksudkan untuk mengukur apa yang telah dipelajari atau keahlian apa yang telah dikuasai murid.

Jenis-jenis Tes Prestasi Standar
1. Survey Batteries
Sekelompok tes pokok persoalan individual yang didesain untuk murid level tertentu.
2. Tes untuk Subjek Spesifik
Tes yang biasanya menilai suatu keahlian secara lebih mendetail dan ekstensif ketimbang survey batteries.
3. Tes Diagnostik
Tes yang bertujuan untuk menentukan kebutuhan pembelajaran spesifik dari murid sehingga kebutuhan itu dapat dipenuhi melalui instruksi regular atau remedial.

Ujian Negara Beresiko Tinggi (High-Stakes)
Keuntungan dari Penggunaan Tes Beresiko Tinggi
1.      Meningkatkan kinerja murid.
2.      Lebih banyak waktu untuk mengajarkan pelajaran yang diujikan.
3.      Ekspektasi tinggi untuk semua murid
4.      Identifikasi sekolah, guru, dan administrator yang berkinerja payah.
5.      Meningkatkan rasa percaya diri di sekolah setelah nilai ujian naik.

Kritik terhadap Ujian Negara
1.      Mumpulkan kurikuluk dengan penekanan lebih besar pada hafalan ketimbang pada keahlian berpikir dan memecahkan masalah.
2.      Mengajar demi ujian.
3.      Diskriminasi terhadap murid dari status sosioekonomi rendah dan minoritas.

Peran Guru
Peran guru dalam ujian standar adalah mempersiapkan murid untuk mengerjakan ujian, melaksanakan ujian, memahami dan menginterpretasikan hasil ujian, dan menyampaikan hasil tes kepada orang tua. Guru juga menggunakan nilai ujian untuk membuat rencana dan meningkatkan instruksi.

Isu-Isu dalam Tes Standar
1.      Ada perselisihan pendapat tentang manfaat tes standar versus penilaian alternative seperti penilaian kinerja dan portofolio. Jika dipakai secara benar, tes standar bermanfaat tetapi hanya memberikan sebagian dari gambaran penilaian dan punya keterbatasan. Beberapa pakar penilaian dan guru percaya bahwa ujian negara beresiko tinggi harus mencakup penilaian alternative.
2.      Kinerja murid Afrika-Amerika, Latino dan, suku Indian-Amerika lebih rendah ketimbang murid Kulit Putih non-Latino pada beberapa tes standar. Bias cultural adalah perhatian utama dalam tes standar ini. Beberapa pakar penilainan percaya bahwa penilaian kinerja mengandung potensi mengurangi bias dalam ujian.


Referensi:

Santrock, W. John.(2004). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Jakarta: Prenadamedia Group